Opini  

Polemik Perihal Toleransi Pada Piala Dunia 2022 Qatar

Pada ajang bergengsi piala dunia 2022 kali ini Qatar di tunjuk sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraannya. Dalam menyelenggarkan ajang tersebut Qatar memberlakukan beberapa aturan mutlak dan salah satunya yaitu adalah melarang berbagai symbol LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) selama perhelatan. Namun beberapa saat yang lalu wartawan BBC, Aelx Scott tampil dengan memakai ban kapten ‘One Love’ yaitu gambar hati dengan warna pelangi yang merupakan symbol dari LGBT tampak melingkar di lengan kirinya.

Jika di sorot dari kacamata toleransi hal yang di lakukan oleh wartawan BBC tersebut tentu merupakan sebuah tindakan yang tidak sopan dan tidak menghormati tuan rumah. Toleransi sendiri merupakan sesuatu yang telah lama di ganungkan untuk meredakan kebencian antara satu kaum dengan kaum lainnya yang di landaskan dengan perbedaan. Bukan tanpa alasan Qatar memberlakukan aturan tersebut jika mengingat Qatar merupakan negara islam pertama yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan piala dunia.

Sebenarnya tidak hanya larangan mengenai symbol ban kapten one love (LGBT), aturan lain yang juga di berlakukan oleh Qatar selama berlangsungnya piala dunia yaitu larangan penjualan minuman beralkohol kepada penggemar yang menonton piala dunia, larangan peredaran ganja dan obat-obatan seperti narkotika, obat penenang, dan amfetamin, anjuran untuk menghindari menunjukkan keintiman di depan umum, larangan mengenakan busana yang terlalu terbuka.

Baca Juga: Cerdas Dalam Memilih Skincare

Sebelumnya pada Senin, kapten dari timnas Inggris, Wales, Belgia, Belanda, Swiss, Jerman dan Denmark batal mengenakan ban lengan “OneLove” di Piala Dunia usai ancaman sanksi FIFA. FIFA mengancam akan mengeluarkan kartu kuning untuk setiap pemain yang mengenakan ban lengan berwarna pelangi selama Piala Dunia 2022. Badan sepakbola dunia itu mengharuskan para kapten timnas untuk memakai ban lengan yang telah di sediakan FIFA.

Isu mengenai LGBT ini sendiri mungkin bukan menjadi hal yang tabu bagi negara-negara yang ada di benua Eropa. Namun Qatar sendiri tidak menoleransi hal ini. Dan sebagai tamu harusnya mengikuti aturan yang di buat oleh tuan rumah. Mengabaikan hal tersebut sama saja dengan tidak menghargai tuan rumah.

Lalu apakah tindakan yang di lakukan Qatar dengan memberlakukan larangan symbol-simbol dan perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan LGBT meruapakan suatu diskriminasi? Sebagai catatan kecil, Qatar mengeluarkan larangan tersebut hanya di negara mereka. Bahkan mereka sendiri tidak berambisi untuk menggaungkan larangan ini ke seluruh dunia. Sebab negara lain sudah termasuk di luar cakupan pemerintahan negara Qatar. Menurut hemat penulis sesuatu dapat di katakan sebagai bentuk diskriminasi jika adanya untuk paksaan di luar cakupan suatu kelompok.

Lalu perihal polemik ban kapten ini, ada beberapa ban kapten yang wajib dikenakan konsestan hingga babak final. Di kutip dari kumparan.com

Ban kapten tersebut yaitu :

  • #FootballUnitesTheWorld (Babak grup, matchday pertama).
  • #SaveThePlanet (Babak grup, matchday kedua).
  • #ProtectChildren dan #ShareTheMeal (Babak grup, matchday ketiga).
  • #EducationForAll dan #FootballForSchools (Babak 16 besar).
  • #NoDiscrimination (Babak perempat final).
  • #BeActive dan #BringTheMove (Babak semifinal).
  • Football Is Joy, Passion, Hope, Love and Peace – #FootballUnitesTheWorld (Babak final dan penentuan tempat ketiga).

 

 

 

 

Penulis: FebyEditor: M. Abrar PKH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *